Breaking News

Perjakaku Terenggut oleh Ibu Mertua Mbak Sendiri

Perjakaku Terenggut oleh Ibu Mertua Mbak Sendiri

Perjakaku Terenggut oleh Ibu Mertua Mbak Sendiri



  WINE4D  - Dateline satu minggu membuatku pusing, di mana aku harus cari uang untuk melangsungkan acara pernikahanku dengan Naomi? Aku sangat galau. Tabunganku tidak banyak, bahkan tidak bisa diharapkan, hanya cukup untuk bayar sewa kost saja.


Naomi gadis malang namun berhati besar, ia mengatakan padaku ia punya tabungan beberapa puluh juta, ia bisa sedikit membantu. Aku menjadi sangat menyesal telah menyakitinya. Jika pernikahan itu terjadi, artinya ia akan menjadi istriku. Sungguh kasihan, calon istriku yang pernah aku dan temanku siksa bersama-sama.

Aku masih sempat sms dengan Naomi, ia memintaku melupakan masa lalu, itu yang membuat hatiku luluh, katanya biar kami mulai semua dari awal. Naomi bisa memaafkan semua perbuatanku. Aku sangat terharu, sehingga dengan cara apapun aku akan kumpulkan uang itu agar tidak mengecewakannya.

Kartu undangan telah diurus oleh ayahnya Naomi, sambil menunggu kabar dariku memilih tempat untuk melangsungkan acara pernikahan kami. Ayahnya sudah berpesan, ia tidak mau di tempat murahan, wajar saja, itu bisa mencoreng wajahnya sebagai seorang manager di perusahaan besar berskala internasional.


    

Aku mendapatkan pinjaman dari bosku, tempatku bekerja, sebuah kantor pelayanan kebersihan, tidak banyak, tapi lumayan buat tambah-tambah. Biarlah menjadi beban bagiku, paling tidak selama aku masih bekerja, aku bisa mencicilnya sedikit demi sedikit.

Aku berjalan kaki pulang ke kostku karena motor Yamaha RX-King yang sedari dulu dipinjamkan Herman padaku telah ku gadaikan tadi pagi. Tidak besar, karena tanpa BPKB aku hanya bisa mendapat bayaran yang sedikit. Maafkan aku Herman, aku janji suatu saat akan aku tebus motor itu, biarpun bukan milikku namun motor itu sudah sangat berjasa bagiku.

Aku masih terpikir-pikir cara untuk mendapatkan uang lagi. Satu jalan lagi, yaitu pinjam dengan Herman. Tapi apakah tidak keterlaluan? Herman baru saja kehilangan istrinya, aku malah menyusahkannya, meminjam uang demi melangsungkan pesta pernikahanku, aku rasa itu tidak pantas bagiku sebagai seorang teman yang baik. Biar lah itu menjadi pilihan terakhir jika aku masih belum bisa mendapatkan uang yang cukup.

Aku terduduk di kursi tepi jalan, mencoba berpikir keras, pikiranku sangat kacau, aku malah terpikir jalan pintas. Merampok, mencuri, menipu, menjadi gigolo atau sebagainya agar bisa mendapatkan uang instan. Aku galau, tidak ada yang bisa memberiku solusi. Ingin pecah rasanya kepala ini memikirkan semuanya.


“Eh, Bang Satorman…”, panggil seorang gadis cilik ketika melihatku duduk termenung. Aku mengingatnya, gadis kecil ini adalah Ranti, gadis yang dulu disekap dan dipekerjakan sebagai pemuas nafsu. “Eh Ranti, apa kabar?”, tanyaku. “Baik bang… Abang apa kabar?”, tanya nya balik. “Hmmm, pusing, ada masalah kecil…”, jawabku. “Cerita dong bang…”, kata Ranti. “Ah, gapapa”, jawabku lalu bangkit. “Abang mau pulang dulu…”, kataku. “Ranti temani ya bang…”, katanya lalu mengikutiku dari belakang.

Lama tidak melihat Ranti, ia nampak lebih cantik dan terawat kini. Aku tidak bisa melarangnya menemaniku pulang. Setidaknya, Ranti bisa menjadi tempat curhatku.

Sepanjang perjalanan, kami terus berbicara. Dari mengenai masa lalu kami, ketika Ranti mengenal aku, hingga kondisi dia sekarang ini. Ranti sangat senang bisa bertemu denganku lagi.

Sampai di kamar kost ku, pembicaraan kami pun terus berlanjut. “Ranti dapat orang tua asuh… Alhamdulillah mereka sangat sayang sama Ranti…”, ceritanya. “Syukurlah… Abang senang dengar Ranti kini hidup lebih baik”, kataku. “Ranti sudah lanjut sekolah”, ceritanya. Aku senang mendengar kabar baik itu, Ranti yang dahulu boleh dibilang seperti anak jalanan, kini hidup layak.

“Abang buatin teh es ya…”, kataku. “Ga usah repot-repot bang…”, balas Ranti. “Ah, abang cuma punya ini…”, jawabku. Kami pun melanjutkan pembicaraan hingga cukup lama dan aku mulai gerah karena dari pagi belum mandi. “Ranti tunggu ya, abang mandi dulu…”, kataku.

Ranti anak yang ceria, enak diajak bicara. Wajahnya imut dan cantik seperti artis cilik.

“Ranti temani abang mandi ya…”, katanya dengan genit. Sial, dalam hati aku berbicara, Ranti ingin mandi bersamaku? Pikiranku berkecamuk, ini godaan yang besar, aku sebentar lagi menikah, kenapa Ranti malah muncul dan menggodaku?

Aku lelah, target dari ayah Naomi sangat sulit aku capai. Aku seharusnya tidak menjadikan itu sebagai sebuah beban. Aku harus enjoy.

Penisku mulai mengeras karena ajakan Ranti itu. Kapan lagi pikirku, ini pertemuan kami setelah lama tidak berjumpa, aku tidak tahu kapan bisa berjumpa lagi. Sebaiknya aku manfaatkan kesempataan ini untuk bernostalgia lagi bersama Ranti. Naomi, maaf, aku tidak bisa menjadi yang terbaik untukmu.

Cepat-cepat ku kunci pintu kamar kostku lalu ku ajak Ranti mandi bersama. “Ranti ikut mandi ya biar entar baru pulang…”, kataku. Ranti dengan senang mengangguk mengartikan ia sangat setuju dengan ideku.


Tubuhnya masih indah dan segar. Kulihat ia bugil tanpa busana, masuk ke kamar mandi bersamaku. Aku pun sudah melepaskan semua pakaianku. Penisku berdiri tegak melihat kemolekan gadis cilik ini.

Tubuhnya masih seperti dulu, tampak segar, dengan buah dada seperti mangkok kecil terbalik, dihiasi puting susu yang masih merah muda. Selangkangannya dihiasi jembut halus yang baru tumbuh, benar-benar masih jarang-jarang.

Kami mulai berpelukan. Lalu ku ciumi bibir mungilnya itu. Ranti sama sekali tidak menolak. Benar-benar hari baik bagiku, bisa kembali menikmati gadis kecil, gratis.

Pelan-pelan ku guyur tubuh Ranti dengan centong, tubuhnya basah dari atas kepala hingga ujung kaki. Semakim segar terasa, kuraba-raba dada kecilnya itu. Kumandikan gadis kecil itu dengan lembut.

Ranti tersenyum, lalu ia juga menjamah penisku. Dipegangnya dengan tangan kecilnya itu. Sentuhan luar biasa, jantungku berdetak kencang, dan penisku semakin saja mengeras.


Kubasahi kedua tubuh kami. Dinginnya air bak mandi tidak membuat kami terasa, malah kehangatan yang muncul di antara kami. Ranti mulai mengocok penisku dengan perlahan menggunakan tangannya. Ah, nikmat sekali, kupandangi wajah cantik nan polosnya yang berfokus melihat penisku itu.

Ranti kecil, mungkin ini kamu lakukan demi membalas budi. Namun dahulu memang ketidak sengajaan, aku menyelamatkanmu dari tempat biadab. Aku masih ingat bagaimana menidurimu saat kamu terikat, di mana kamu baru dipekerjakan oleh seorang germodi sarang phedofilia.

Ranti mulai jongkok, ia lalu mengulum penisku dengan bibir manisnya. Sungguh luar biasa. Ranti menyedoti penisku hingga aku kegelian. Ia juga memainkan buah jakarku. Aku tetap fokus agar aku tidak cepat ejakulasi, aku masih membayangkan dan memikirkan bagaimana mendapatkan uang. Apakah aku bisa culik Rianti lalu kujual? Ah tidak! Kuguyur lagi kepalaku dengan air agar aku bisa lebih dingin memikirkan masalahku. Kasihan Rianti, ia sudah mau melayaniku, aku tidak mungkin menyakitinya.


Beberapa menit Rianti menyepong penisku, akhirnya aku mulai bosan. Ku angkat tubuhnya agar duduk di tepian bak mandi, lalu ku sedoti kedua buah susu kecilnya itu. Wow, segar sekali, tubuh Rianti harum sekali. Penisku sangat keras, terus kuciumi susunya sambil meraba-raba selangkangannya.

Lalu kembali kami berpelukan. Guyuran air dingin sedikit menenangkan pikiranku. Satorman, jangan buat anak ini menderita, pikirku. Aku tidak mau menyetubuhinya. Ranti sudah mulai mendapatkan hidup barunya. Cukup sudah, aku tidak boleh mengganggunya.

Ku minta Ranti melanjutkan sepongannya, biarlah aku berejakulasi di bibir atau tangannya saja. Ranti kecil melakukannya, sambil kuguyur air mandi, Ranti terus menyepong dan mengocok penisku, bergantian, dengan tangan dan mulutnya. Ah, ah, ah, nikmatku sudah memuncak. Ranti kecil mampu membuatku berejakulasi lebih cepat.

Akhirnya aku pun menyemprotkan spermaku di wajah cantiknya. Ranti, terima kasih telah mau mengobati gundahku. Ranti masih terus mengocok penisku walaupun aku sudah berejakulasi, sambil membersihkan penisku dengan menggunakan tangan dan lidahnya.


Usai sudah permainan kami di kamar mandi. Kusabuni Ranti sambil meraba-raba tubuhnya. Lalu berbilas dan kami mengeringkan badan, cuma satu handuk, Ranti tidak menolak menggunakan handuk busuk milikku.

“Abang minggu depan mau married”, ceritaku ketika kami sudah berpakaian kembali. Ranti masih senang ngobrol denganku. “Wah… Selamat ya bang…”, kata Ranti. “Boleh dong Ranti ketemu sama calon kakak ipar”, ejeknya sambil menjulurkan lidah.

“Hehehe, boleh aja, kenapa emggak…”, jawabku. “Tapi, kalau pun jadi…”, lanjutku dengan nada lebih rendah. Aku pun menjelaskan masalahku pada Ranti. Pilihanku cuma dua, melangsungkan pernikahan, atau nasibku akan berakhir di jeruji besi.

“Ehmm… Ranti sih ada tabungan… Tapi tak banyak…”, kata Ranti. “Eh, gak usah…”, potongku. Aku tidak mungkin menyulitkan anak ini. “Tak apa bang, itu uang jajan dari orang tua asuh Ranti, tak banyak sih, tapi siapa tahu membantu”, katanya. “Jangan… jangan…”, jawabku. “Gak apa-apa bang, anggap saja ini balas budi Ranti”, katanya. “Kalau abang nolak, Ranti bakal sedih”, lanjutnya.

Gadis kecil ini benar-benar berhati lembut. Syukurlah tadi aku tidak melakukan hal yang lebih jauh. Ia meminta nomer rekeningku dan berjanji akan mentransfer uangnya kepadaku. “Thanks ya dik…”, ku kecup keningnya lalu kupeluk, aku bahagia Ranti mau membantuku.


Baru kemarin aku bertemu dengan Ranti, malamnya dia sudah mengirimkan uang ke rekeningku, walaupun tidak banyak, namun ia iklas membantuku. Aku sangat senang, Ranti kecil yang sangat baik hati, aku masih belum bisa menghapus kenangan bercinta dengannya.

Hari ini aku akan mencoba mencari pinjaman lagi. Namun semangatku mengumpulkan uang sedikit pudar karena tekanan dari ayah Naomi yang selalu meneleponku untuk memastikan berlangsungnya acara pernikahan ini.

Acara memang akan berlangsunh minggu depan, namun beberapa hari ini dana sudah harus terkumpul untuk membayar segalanya, dari foto preweding, uang restoran, bridal dan lain sebagainya. Aku hampir putus harapan, satu-satunya yang mungkin bisa membantuku hanya lah Herman, temanku. Namun dia juga dirundung masalah, istrinya hilang entah ke mana, sehingga aku tidak enak hati jika ingin menambahkan masalah.

Pulang dari kerjaan, aku langsung keliling, mencari beberapa kenalan, apakah ada yang bisa memberikan pinjaman atau pun pekerjaan tambahan agar aku bisa mendapatkan uang cash segera.


Sudah cukup sore, semua kenalan yang aku temui tidak satupun yang bisa membantuku. Teman kerjaku, kenalan, toko langganan dan mereka semua yang paling tidak aku kenal walaupun tidak akrab, aku bingung harus cari siapa lagi. Terpaksa aku sms Herman, “Bro, gw perlu bantuan nih”, smsku, namun juga benra-benar tidak ada harapan, Herman tidak membalas smsku, bahkan kucoba telepon, beberapa kali panggilan tidak dijawabnya.

Hari semakin malam, aku terduduk di tepi jalan, memikirkan apa yang harus aku lakukan lagi. Andai Ranti di sini, dia akan menemaniku dan mendengarkan curhatku, gadis kecil yang berbaik hati, bahkan aku lebih memikirkannya daripada Naomi, calon istriku. Kami dilarang bertemu sebelum aku mengumpulkan uang yang cukup untuk pernikahan. Kadang-kadang Naomi memang mengirimkan sms. Dia juga gadis yang baik, hanya saja pertemuan kami yang salah membuat aku tidak menumbuhkan rasa cinta.

Memikirkan Ranti, aku merasa ingin ngeseks, nafsu birahiku memuncak. Pikiran kotorku pun mulai menghantuiku, aku menjadi kepikiran terus menerus mengenai permainanku dengan Ranti. Memikirkan tubuh mungilnya yang segar, membuat penisku mengaceng.

Oh iya, langsung saja terbesit di pikiranku, ada seseorang yang bisa aku coba minta bantu dan sekaligus menyalurkan nafsu seksku. Orang itu sudah lama tidak aku temui, tapi aku tahu dia sudah kembali ke kota ini. Ia dipindah tugaskan lagi ke kota ini, aku harus mencarinya, di sebuah bank yang cukup besar di kota ini.


“Maaf, kita sudah tutup…”, kata seorang security mencegatku agar tidak masuk ke dalam bank. Maklum, jam kerja sudah selesai, aku tidak bisa masuk begitu saja dan mencari orang yang ku maksud itu. “Ada yang bisa dibantu? Atau mas kembali besok”, sambungnya.

“Ehm, saya mau bertemu dengan Bu Viany…”, kataku. “Oh, Bu Viany?”, tanyanya kembali. “Maaf dengan siapa? Biar saya sampaikan”, tanyanya. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Belum saja aku menyebutkan namaku, tiba-tiba Bu Viany muncul. Ia terlihat kaget karena menemukan aku sedang berbincang di depan pintu bersama security.

“Kebetulan, Bu ini ada yang cari”, kata security. Aku tersenyum-senyum melihat Bu Viany yang mengenakan stelan kantoran, wanita karir yang cantik, namun wajah judesnya tidak pernah berubah. “Ikut saya…”, ajak Bu Viany, ia mungkin tidak mau hubungan kami ketahuan security. Lalu Bu Viany melakukan absen sidik jari dan mengajakku ke parkiran.

Sambil jalan ia bertanya, “Mau apa kamu?”. “Ah, cuma sedikit masalah…”, jawabku. Lalu Bu Viany mengajakku masuk ke dalam mobil dan ia membawaku ke rumahnya. “Dengar, aku hanya bisa melayanimu hari ini, aku tidak punya banyak waktu untuk meladenimu…”, katanya dengan judes. Ia sudah tahu maksud aku mencarinya, pasti untuk meminta kehangatan tubuhnya.


Ceritanya sangat panjang sehingga aku mengenal Bu Viany, namun intinya Bu Viany sangat takut dengan ancaman mengenai video bugilnya yang akan disebarkan. Semua mala petaka itu berawal dari Bu Viany yang menolak lamaran kerja kami.

“Anakmu mana?”, tanyaku ketika sampai di rumahnya. Bu Viany memandangku dengan judes, “Jangan macam-macam”, jawabnya. “Kalau mau cepat”, lanjutnya judes mengajakku ke kamarnya. Aku masih penasaran dengan anak Bu Viany yang bernama Veronica, dahulu pernah kami kerjai juga, entah ia masih ingat atau sudah lupa.

Sejak kejadian dahulu, hidup Bu Viany mulai banyak mengalami masalah, ia sering berpindah-pindah kota untuk masalah kerjaannya. Bahkan hubungan keluarganya pun retak, suaminya meninggalkannya entah karena apa. Mereka sering bertengkar setelah kejadian itu, hubungan rumah tangga mereka semakin tidak harmonis.

“Kok di sini?”, tanyaku ketika Bu Viany membawaku ke kamar yang ukurannya kecil, tampak seperti kamar tamu. Bu Viany tidak menjawab, ia hanya mendekati kasur kecil ukuran single size dan merapikan bantal beserta selimutnya. “Gue ga mau di sini!”, ketusku. “Gue mau di kamar utama, tempat lu tidur…”, lanjutku.


Bu Viany melototiku dengan judes. “Nanti ketahuan Veronica!”, jawabnya. “Gue ga mau tahu!”, balasku. Dengan sangat terpaksa Bu Viany pun membawaku ke kamarnya. Dia berjalan perlahan dan membuka pintu secara diam-diam agar Veronica tidak terbangun.

“Wah, kamar yang bagus…”, kataku. Langsung saja Bu Viany memintaku diam, “Ssttttt….”, dia melototiku. Lalu ku dekati Bu Viany dan ku bisikkan di telinganya, “Gue boleh ga ngentot Veronica?”, tanyaku sontak membuat Bu Viany kembali melototiku sambil bilang dengan suara pelan, “Kalau berani, saya panggil polisi…”, aku lalu tersenyum-senyum.

Percintaan kemarin dengan Ranti membuatku semakin menyukai tubuh gadis kecil. Veronica kecil imut dan cantik, penasaran sekali aku ingin melihat tubuhnya yang kini mulai tumbuh remaja.

“Gue cuma pengen liat susunya…”, lanjutku. Bu Viany sebenarnya sangat tidak mau melakukan ini. Ini sama saja melecehkan anaknya. Namun satu ancaman yang tidak bisa ia hindari, aku memegang kartu as, Bu Viany pasti masih bisa menyanggupi permintaanku ini.


Veronica tertidur pulas hanya dengan menggunakan piyama tipis tanpa balutan pakaian dalam. Bu Viany perlahan mendekatinya lalu membuka perlahan kancing piyama anaknya. Penisku terasa mengaceng melihat itu. Seorang ibu yang terpaksa memperlihatkan aurat anaknya hanya demi menutup aib mereka.

Veronica gadis kecil yang cantik, putih seperti ibunya, rambutnya terurai panjang, ia tertidur pulas dan tidak tahu apa yang telah dilakukan ibunya. Piyamanya terbuka, nampak jelas bukit kecil Veronica yang baru tumbuh dengan puting susu yang masih merah muda. Terlihat segar sekali, ingin sekali aku menyentuhnya, namun sudahlah, daripada anak ini terbangun, suasana akan kacau, karena rencana ku ke sini ada maksud lain.

Sambil melihat susu Veronica yang tertidur pulas, aku pun mengeluarkan penisku yang mengeras. “Kocok…”, kataku pelan. Bu Viany kembali menatap judes, ia tak habis pikir harus mengocok penisku di depan anaknya yang tertidur pulas.

Bu Viany mengocok penisku pelan, ia tidak mau menimbulkan suara yang bisa membangunkan Veronica.


Posisiku berdiri tepat di depan Veronica yang masih tertidur pulas dengan kancing piyama terbuka dan menampakkan kedua buah dada segarnya. Sedangkan Bu Viany berjongkok sambil mengocok penisku.

Ah, nikmat sekali, aku membayangkan bisa menyetubuhi Veronica yang tertidur pulas di depanku ini.
Aku juga masih kepikiran dengan Ranti, tubuh mungilnya tidak dapat aku lupakan.

“Kulum…”, pintaku dengan nada kecil agar Bu Viany mau menyepong penisku. Ia pun dengan sangat terpaksa melakukannya.

Oh nikmat sekali. Aku memandangi dada Veronica sambil menelan ludah. Sensasi yang sangat luar biasa, disepong oleh manager muda nan cantik dari sebuah bank swasta ternama, sambil memandangi payudara anak gadisnya yang baru menginjak remaja. Ingin sekali aku mendesah, namun kutahan agar tidak membangunkan Veronica.

Oh yes oh no, desahku dalam hati. Sepongan luar biasa dari Bu Viany membuat hasratku memuncak. Penisku bergetar kencang seakan semua aliran darah menuju ke sana. Ku terus pandangi susu Veronica, segar nan indah, suatu saat akan kucari celah agar bisa mendapatkannya.


Sepertinya sebentar lagi aku akan berejakulasi. Semua memuncak di ujung penisku. Sepongan Bu Viany memang luar biasa. Aku yakin dia juga sudah kangen dengan benda ini, maklum saja, suaminya telah lama meninggalkannya. Ingin aku ajak bercinta, tapi sudahlah, aku tidak punya banyak waktu.

Ooohhhhh, desahku dalam hati karena telah berhasil menyemprotkan spermaku di dalam mulut Bu Viany. Ia tidak dapat menolaknya karena kupegangi kepalanya sehingga ia tidak sempat menolak. “Telaaan….”, perintahku dengan nada kecil.

Fuck, sial! Baru saja aku menyemprotkan spermaku di mulut Bu Viany tiba-tiba handphoneku berdering. Handphone yang ku taruh di saku celana tiba-tiba berdering hingga membuat aku dan Bu Viany terkaget. Aku berlarian keluar kamar karena Bu Viany mendorongku, ia takut Veronica terbangun. Aku terkaget karenanya, cepat-cepat ku silent-kan handphoneku sambil mengintip ke dalam kamar, Bu Viany terlihat salah tingkah, ia dengan gelagapan membersihkan bibirnya yang masih tersisa sperma, serta membetulkan piyama Veronica. Sepertinya Veronica sangat lelap, ia tidak terbangun karena suara dering handphone-ku.


Syukurlah, aku segera merapikan kembali celanaku, sial saja, beberapa tetes sperma berceceran di celanaku karena kejadian tadi.

Bu Viany kemudian menyusulku, ditutupnya pintu kamar sambil memandang judes ke arahku, “Hampir saja Veronica terbangun”, katanya. “Sorry…”, balasku. Lalu segera Bu Viany mengajakku menjauh dari kamar agar tidak mengganggu tidurnya Veronica.

Ku lihat panggilan diteleponku ternyata itu panggilan dari Herman, sial, aku tidak sempat menerimanya. Terpaksa aku telepon balik ke Herman.

“Ada apa man tadi cariin gue?”, tanya Herman. “Gue mau ngomong sesuatu bro”, kataku. “Ya sudah, ngomong saja, entar keburu handphone gue ga aktif”, katanya. “Gue perlu dana bro…”, jelasku jujur. “Waduh, hari ini sih gue ga sempat…”, kata Herman. “Gue ada urusan, masalahnya darurat”, lanjutnya.

Sepertinya Herman juga sedang ada problem. “Gue mungkin mau kabur dari negeri ini”, lanjutnya. “Emang kenapa bro?”, tanyaku. “Tunggu sempat gue cerita”, jawabnya lalu mematikan telepon. Kacau, apakah Herman dapat membantuku?


“Sudahkan?!”, tanya Bu Viany. Lalu aku memandangnya, “Gue sih belum selesai”, lanjutku sambil tersenyum-senyum. “Mau apa lagi sih kamu?!”, tanya nya lagi. “Gue lagi butuh uang”, kataku. “Oh, jadi kamu mau meras saya?”, tanyanya dengan nada sedikit keras. “Ga sih, kalau ga mau bantu ya gapapa”, jawabku, “Gue ga mau balik aja… Hehehe”, lanjutku.

“Kamu bisa tidak menjauh dari hidupku?!”, tanya Bu Viany. “Hmm, gue perlu dana sih, bukan perlu menjauh…”, ejekku. “Kamu mau berapa?!”, tanya Bu Viany. “Ga banyak sih, cuma lima puluh juta…”, jawabku sambil tersenyum lebar. “Apa?!”, Bu Viany terkaget.

“Kamu mau rampok saya?!”, jawabnya dengan sangat marah. “Saya tak bisa bantu!”, lanjutnya. “Gapapa sih kalau tak bisa”, kataku. “Sorry… Saya tidak punya banyak uang, kehidupan saja sudah hancur gara-gara kalian, keuangan saya merosot drastis, kamu seharusnya tahu kondisi saya!”, katanya seperti sedikit curhat.

Aku tahu Bu Viany kini sangat menderita, ia harus menjadi singel parent membesarkan Veronica. Namun, aku memang butuh uang, ya sudahlah, aku harus menerima berapapun yang ia bisa bantu. “Jadi Bu Viany bisa bantu berapa?”, tanyaku.


Sedikit memandang marah, tapi ia beranjak pergi, “Tunggu di sini!”, katanya.

Ia sepertinya kembali ke kamarnya lalu keluar sambil membawa amplop coklat, “Saya cuma punya ini!”, katanya sambil memberikan amplop itu padaku, “Saya harap kamu bisa menjauh dari kehidupanku!”, lanjutnya. “Hehehe, aku pasti menghargai bantuan Bu Viany”, jawabku sambil melihat isi amplop yang ternyata berisi uang kertas pecahan seratus ribu, banyak sekali, amplop tebal ini segeraku pegang erat-erat. “Terima kasih ya…”, kataku.

Aku pun pergi dari rumah Bu Viany, terima kasih sudah mau membantuku, walaupun Bu Viany tidak tahu menahu masalahku.

Sampai kamar kost, ku hitung uang yang diberikan Bu Viany, totalnya ada dua puluh juta, lumayan buat nambah-nambah. Aku sedikit lega karena dana yang ku kumpulkan semakin banyak.

“Maaf ya ma, Satorman tak kasih kabar itu…”, aku menelepon ke rumah, kampung halamanku. Aku ingin ibu dan ayahku datang kemari merestui pernikahanku. Namun bukan kabar baik ku dapatkan, lama ibu tidak mengirimkan uang, ternyata atah sedang sekarat. Mendengar itu aku langsung galau.

Pikiranku kacau, ayah sedang di-opname di rumah sakit. Dana yang ku kumpulkan bisa membantu orangtua ku, namun bagaimana dengan pernikahan kami? Aku benar-benar bingung.

Ibu memberiku semangat, “Tidak usah khawatir nak…”, katanya. Aku berjanji akan pulang menjenguk ayah setelah pernikahan selesai. Ibu mencoba menenangkanku, “Kirim foto acaranya ya nak…”, mendengar kata-kata ibu yang lembut membuatku seakan ingin menangis. Mereka sedang susah di sana, aku malah rusak di sini. “Satorman janji entar buat acara lagi di kampung”, kataku.


Danaku semakin bertambah, dari pinjaman dengan boss, pemberian Ranty, suntikan dana dari Bu Viany, serta sedikit tabungan dari Naomi, aku rasa aku sudah mulai siap membina rumah tangga. Tidak banyak lagi nominal yang aku perlukan, aku rasa aku harus segera mengejarnya karena besok paling lambat aku harus membayar uang muka sewa restoran dan sebagainya.

Pulang kerja, tiba-tiba aku mendapatkan sms dari Herman. Aneh, dia mengajakku bertemu di alamat yang sedikit jauh. Aku tidak tahu kalau Herman punya hunian di sana, aku hanya meng-iyakan saja.

“Masuk bro…”, sambutnya ketika aku sampai di rumah yang ia maksud. “Wah, rumah baru ya?”, tanyaku. “Ga bro, baru gue sewa tadi pagi hahahaha…”, ujarnya dengan senyuman sedikit aneh. Sepertinya Herman sedang ada masalah. “Baru pulang kerja?”, tanya Herman. “Ya bro, langsung ke sini…”, jawabku.


“Oh ya, lu ada masalah apa?”, tanya Herman, “Sorry gue kemarin ada kesibukan…”, lanjutnya. “Gue udah mau merid bro”, jawabku dengan senyum. “Wah, selamat ya bro…”, ujarnya sambil berjabat tangan. “Ada juga ya cewek yang mau ma lu… Hahahaha”, candanya.

“Ssstttt…”, kataku, “Gue terpaksa bro…”, aku pun coba menjelaskan masalah dan kisahku, “Pilihannya cuma masuk sel atau nikahin dia…”, lanjutku. “Hahahaha, lu kurang berapa bro?”, tanya Herman setelah tahu bahwa aku kekurangan biaya. “Hmm, lu mandi saja dulu, tuh ada kamar mandi di belakang, pokoknya lu hari ini ga perlu stress…”, kata Herman.

Aku pun menurutinya karena ia sudah berbaik hati ingin membantuku. Aku yakin dia juga sedang ada masalah, apalagi sejak kepergian istrinya, itu pasti membuatnya stress, biarlah hari ini aku temani dia untuk mendengarkan curhatnya. Bokep Barat

Lagi asyik mandi tiba-tiba ada suara ketukan di pintu, “Napa bro?”, teriakku. “Buka bentar bro, cepetan…”, balas Herman dari luar pintu. Aku kira Herman ada kepentingan, jadi aku pun segera membuka pintu kamar mandi ketika aku selesai memakai handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahku.

“Surpriseeeee….”, teriaknya kegirangan ketika aku membuka pintu kamar mandi. Ia berdiri tepat di depanku dengan ditemani tiga gadis muda yang tengah telanjang bulat. “Kita pesta hari ini….”, kata Herman lalu menepuk pantat dua orang gadis agar masuk ke kamar mandi.

Aku tidak bisa menolak, dua gadis muda cantik itu langsung masuk ke dalam kamar mandi. Lalu Herman menutup kembali pintu kamar mandinya sambil pergi bersama satu gadis lainnya.

Tanpa bicara dua gadis itu langsung saj mendekatiku, mereka langsung saja menarik lepas handukku. Asem, benar-benar kejutan tak terkira, Herman ingin buat pesta sepertinya. Dua gadis ini cantik, mereka masih muda, mungkin di bawah dua puluh tahun. Nampak dari tubuh mereka yang sedikit mungil, seksi, dada tidak begitu besar dan bulu jembut yang tidak begitu lebat.

Mereka langsung saja menciumi pipi dan bibirku dengan bringas. Biar muda, tapi mereka terlihat profesional.




Aku membalas ciuman mereka, di bawah guyuran air shower, aku menikmati bibir ke dua gadis itu. Bau tubuh mereka semerbak harum seperti bunga. Penisku terus mengeras, sambil dibelai lembut oleh tangan kedua gadis itu secara bergiliran..

“Besar ya punya mas…”, puji salah seorang gadis sambil melihat penisku yang ia kocok. Aku hanya tersenyum. Kedua gadis ini benar-benar pandai memuji. Beberapa kali mereka menyanjungku, aku tahu itu hanyalah bagian dari service saja, aku sadar aku ini tidaklah ganteng, penampilanku kan kerempeng dan hitam.

Beberapa menit setelah bosan dikocok, aku minta mereka menyepong penisku. “Nama kalian siapa?”, tanyaku. Sambil mengulum penisku bergantian, mereka berdua pun memperkenalkan diri, “Saya Florensia”, jawab satu gadis cantik yang mirip dengan wajah artis, “Saya Yesi mas…”, jawab satu gadis lagi yang perawakannya seperti gadis daratan China yang matanya benar-benar sipit dan berkulit putih. “Waw, nama yang cantik, seperti orangnya”, pujiku balik.

Mereka tersenyum manis, lalu kembali menyepong penisku bergantian, sambil sesekali meraba-raba buah jakarku.

Aku sudah tidak sabar setelah beberapa saat disepong mereka. Aku pun akhirnya meminta mereka berdiri. Kupilih salah satu gadis untuk yang pertama kupakai, dia adalah Yesi, gadis imut putih dengan wajah oriental sekali.


Di bawah guyuran air shower, aku mulai memasukkan penisku ke vagina Yesi, ku angkat satu kakinya ke atas lalu ku lesapkan penisku ke dalam vaginanya. Masih sedikit rapat, gadis muda ini benar-benar nikmat. Ah, penisku mulai bergerak, kutarik dan kudorong perlahan secara terus menerus, dan Yesi pun mendesah kenikmatan. Sedangkan Florensia juga tidak mau diam saja, ia bukan amatiran, tidak mungkin ia menerima bayaran hanya dengan menonton kami.

Florensia pun menciumiku, aku dilayani dua gadis cantik sekaligus. Sambil menggenjot Yesi, aku pun berciuman dengan Florensia, bahankan tanganku pun asyik meremas buah dada Yesi. Sungguh nikmat, apalagi di bawah guyuran shower yang kian membuatku terasa segar menikmati dua gadis muda ini.

Entah Herman sedang apa di luar sana, namun aku yakin dia juga sedang menikmati satu gadis lainnya. Hmm, gadis yang itu jg cantik, bahkan terlihat lebih muda. Setelah ini aku harus segera keluar dan coba mencicipi gadis tersebut.

Beberapa menit menggenjot Yesi, kurasakan gejolak tiada tara di penisku, mengeras kencang dan terasa akan menyemburkan sperma. Aku coba bertahan. Segera ku tarik keluar agar aku tidak berejakulasi terlalu dini. “Ahhh,…”, desah Yesi ketika penisku tercabut dari vaginanya.

Aku ambil nafas sebentar agar penisku bisa menahan rasa klimaks itu. Yesi terlihat sangat menikmatinya, ia ingin merasakannya lagi, segera ia peluk aku dan menciumi ku sambil meremas penisku.

Kuciumi ke dua gadis itu bergantian sambil meremas buah dada mereka, harum sekali, kedua gadis berpostur tubuh seksi langsung itu juga sangat menikmatinya. Aku hanya menunggu penisku siap untuk beraksi lagi, kutahan gejolak di ujung penisku agar aku tidak cepat menyemprotkan sperma.

Kusedoti pula buah dada kedua gadis cantik itu, Yesi dan Florensia mendesah kegelian ketika kumainkan lidahku di ujung puting mereka, bergantian. Sorga dunia ini membuatku lupa akan bebanku, dateline acara pernikahan yang akan diadakan beberapa hari lagi. Oh, aku tidak mungkin menyiakan kesempatan ini.

Penisku mulai tenang, ini saatnya aku kembali menggenjot salah satu dari mereka. Gantian Florensia, aku minta dia bersandar di pinggiran bak mandi lalu membuka ke dua belah pahanya agar aku bisa menamcapkan penisku di antara selangkangannya.

“Aaahhhhhh…..”, desah Florensia ketika aku menusukka penisku ke vaginanya. Nikmat sekali, kurasakan hangat menyelimuti penisku. Lalu seperti biasa, perlahan ku tarik dan ku masukkan kembali, berulang-ulang, hingga Florensia mulai mendesah kenikmatan kembali.

Yesi memelukku dari belakang, ia menciumi punggungku. Aku membiarkannya karena aku sedang sibuk menggenjot Florensia. Mantap sekali gadis ini, sepertinya mereka memang profesional, entah habis berapa Herman keluarkan untuk memboking ketiga gadis muda ini.

Ku genjot Florensia hampir dua puluh menit, hingga iramaku semakin cepat, itu tandanya aku sudah memasuki fase akan berejakulasi. Sial, entah kenapa belakangan ini aku terlalu cepat berejakulasi.

Sudah lah, hari masih panjang, mungkin pesta kami akan terus berlangsung sampai malam, lagian aku juga penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Herman di luar sana bersama gadis lainnya.

Kutarik penisku dari vagina Florensia, lalu segera saja Yesi memegang penisku dan dikocoknya. Seperti rebutan saja, Florensia yang baru ku genjot juga tidak mau tinggal diam, dia bersama Yesi mengocok penisku. Dalam beberapa kali kocokan saja, spermaku langsung menyemprot ke wajah mereka yang berjongkok di depan ku.

Oooh, nikmat sekali, wajah ke dua gadis ini ku basahi dengan spermaku. Mereka tidak merasa jijik sedikitpun, bahkan mereka bergantian menjilati penisku hingga bersih tak tersisa sedikitpun sperma di penisku.

“Sudah selesai bro?”, tanya Herman ketika melihatku keluar dari kamar mandi. Sial, dia sedang asyik duduk di sofa dengan keadaan bugil dan sambil disepong seorang gadis muda dengan keadaan bugil juga. Kulihat banyak minuman keras di atas meja, beberapa sudah kosong, mungkin Herman dan gadis tersebut sudah menghabiskan beberapa botol tersebut.

“Mantap bro pilihan lu…”, pujiku atas traktirannya. Aku berjalan mendekatinya, sama, aku dan kedua gadis yang bernama Florensia dan Yesi pun masih bugil, kami mendekati meja, aku mengambil sebotol bir hitam bermerk Guinness itu lalu kutenggak, wah nikmat, sudah lama aku tidak pernah berpesta miras.

Mereka pun ternyata sedang memutar film dewasa. Otomatis saja gairahku kembali bergejolak. Melihat aksi gadis cantik muda yang sedang nafsu menyepongi penis Herman sambil mendengar suara desahan dari film porno yang mereka putar. Aku rasanya ingin lagi bercinta. Penisku kembali mengeras dan tegang.

Segera kuberjalan ke arah gadis yang tengah menyepongi Herman. “Sorry bro, bagi ya?…”, aku meminta ijin untuk mencicipi gadis itu. “Hahaha, apa sih yang enggak buat lu bro?”, jawab Herman. Aku langsunh saja menusukkan penisku dari belakang ketika gadis itu sedang asyik menyepong penis Herman sambil menungging.

Waw, masih sedikit rapat, vagina gadis ini sangat terawat. Tubuhnya juga harum. Walaupun kulitnya berwana sawo matang, tapi senyumnya sangat manis, gadis muda ini benar-benar segar.

Sedangkan Yesi dan Florensi pun mendekati Herman yang sedang duduk di sofa dari arah belakang. Mereka menciumi wajah Herman, dari pipi hingga bibir secara bergantian. Nikmat sekali, dua pria bersama tiga gadis muda profesional, sudah lama aku dan Herman tidak pernah berpesta seperti ini.

Aku menjadi teringat dengan teman-teman kami, teman seperkumpulan, terutama dengan almarhum Tono, gaya hyperseks nya tidak bisa dilupakan, namun sangat disayangkan, sifat gegabahnya membuatnya tidak berhati-hati dalam melakukan hubungan. Almarhum Tono meninggal karena bunuh diri. Ia malu karena terjangkit virus HIV.

Sembari menggenjot gadis ini, aku mengambil sebotol bir lagi yang terletak di meja dekat kami untuk minum. Sambil sekali-kali aku juga meremas buah dada gadis ini. Gadis muda berambut panjang ini terlihat imut, pipinya memerah karena pengaruh mabuk. Dua gadis yang bernama Florensia dan Yesi itu pun mulai menenggak bir juga.

Pesta yang sungguh menyenangkan. Herman masih asyik disepong gadis yang kugenjot ini. Sambil disepong ia pun menyedoti susu Florensia dan Yesi bergantian.

Penisku hangat di vagina gadis ini. Kugenjot terus, kutarik keluar masuk, betapa nikmatnya penis keras ini memompa vagina gadis muda ini.

“Mereka ini model loh…”, kata Herman yang sudah mulai mabuk. “Ini Florensia, ini Yesi, dan ini Karen…”, ia memperkenalkan ketiga gadis tersebut. “Bayaran mereka gede bro, jadi jangan sia-siakan…”, sambung Herman sambil tersenyum.

Ketiga gadis ini rupanya model majalah porno, dan tidak mudah untuk boking mereka, karena tarif yang dikenakan mereka sangat besar. Kata Herman, para gadis ini juga artis film porno yang filmnya diedarkan untuk luar negara kita. Wah, sungguh beruntung, Herman mentraktirku dengan biaya yang cukup besar. Malam ini bakal menjadi pesta paling menyenangkan.


Aku mulai merasakan puncak kenikmatan setelah hampir tiga puluh menit menggenjot Karen. Ah, aku harus bisa tahan, ku pelankan iramaku agar tidak cepat berejakulasi. Segera kutarik keluar penisku yang benar-benar sudah panas.

Ku istirahatkan penisku agar bisa beraksi lagi, ku duduk di lantai sambil melanjutkan minum. Sedangkan Herman kini sudah memeluk Karen, gadis itu memangku Herman. Penis Herman melesap di dalam vagina Karen dengan gaya memangku. Lalu perlahan Karen mulai bergoyang dengan susu yang terus diremas oleh Herman.

Florensia duduk di sebelahku dan menemaniku minum, sedangkan Yesi coba telungkup di pahaku untuk menyepong penisku. Oh nikmatnya, minum bir sambil disepong Yesi, dan sambil berciuman dengan Florensia, juga sambil menonton aksi Herman dan Karen bercinta.

Aku yang baru saja menahan ejakulasi tentunya masih belum full beristirahat. Kuluman Yesi di penisku benar-benar membuat penisku bergejolak, ah sial, aku benar-benar tidak tahan lagi. Lalu ku tekan kepala Yesi agar penisku masuk lebih dalam hingga kekerongkongannya. Aah, spermaku terasa keluar, memuncrat di dalam mulutnya itu, Yesi tidak bisa mengangkat kepalanya karena ku tahan. Ia hanya bisa menelan semua sperma yang ku semprotkan tersebut.

Nikmat sekali, sensasi yang benar-benar mengasyikkan. Aku akhirnya tidak bisa menahannya lagi. Yesi pun akhirnya membersihkan sisa spermaku yang berlumutan di penisku. Sembari ia menjilati penisku, aku pun beristirahat sebentar dengan merenggangkan badanku.

Herman masih menggenjot Karen dengan gaya Women On Top, di mana Herman hanya duduk santai sambil meremas buah dada Karen yang memangku di paha Herman. Karen terus bergoyang naik turun, memompa penis Herman terus menerus, wajahnya merah terutama di daerah pipi, mungkin akibat bir yang dia minum.

Aku masih terbaring untuk mengumpulkan tenaga. Yesi membelai-belai penisku yang melemah, sedangkan Florensia menjilati dadaku. Aku biarkan mereka melakukan itu, hingga jilatan Florensia sampai di penisku, dan penisku mulai memgeras kembali.

Jilatan Florensia sangat membuatku kegelian, dari pangkal penis hingga ujung penis dijilatinya seperti menyantap es krim, lalu dikulumnya bagaikan es lilin ataupun permen lolipop, oh mengasyikkan. Penisku sudah siap beraksi lagi.

Aku pun bangkit dan menindih Florensia, kuciumi bibirnya sambil memasukkan penisku di vaginanya, perlahan-lahan hingga melesap semua hingga ke dalam. Lalu ku ciumi juga buah dadanya, kusedoti bagian putingnya, wah, nikmat sekali, sungguh luar biasa, aku sudah mabuk kepayang, tiga gadis muda ini harus kembali kugilir satu persatu.

Florensia mendesah kenikmatan ketika ku pompa penisku di vaginanya. Yesi sudah mendekati Herman, ia sudah minta giliran, ketika Herman sudah selesai dengan Karen, Yesi segera mengambil kesempatan dengan menjilati penis Herman yang masih basah akan sperma.

Kulihat Karen sudah sedikit lelah, ia duduk di lantai sambil minum bir yang tersedia, lalu terbaring dan mengambil nafas.

“Oh yes….”, desahan perlahan Florensia yang terdengar. Aku mulai masuk ke kondisi puncak, kupercepat irama genjotanku, oh yeah, Florensia pun mulai merenggang, ia memeluk tubuhku erat. Dan aku pun kembali berejakulasi, kali ini tidak tahan lagi, aku berejakulasi dengan penis yang masih tertancap di vagina Florensia.


Ah, lukayan lelah, aku kembali terbaring, di sebalah Florensia yang juga sedikit terlihat lelah, lalu Karen pun ikut berbaring di sebelahku. Kami hanya melihat aksi Herman yang sedsng menikmati Yesi. Pemandangan yang bagus, Herman dan Yesi terlihat cocok, mereka sama-sama berwajah oriental, dengan kulit putih dan mata sipit, mereka malah seperti memang pasangan suami istri.

Memikirkan hal itu, aku kembali teringat, apakah masalah Herman? Apa ini mengenai istrinya, Agnes Monica? Kenapa ia tiba-tiba mentraktirku hari ini? Ada sesuatu yang terjadi, Herman belum menceritakannya padaku.

Beberapa menit tenagaku pun kembali, penisku kembali lagi bersemangat. Aku tinggal pilih dua gadis yang berbaring di sebelah kiri dan kanan ku. Aku pasti memilih Karen, karena barusan saja aku menggenjot Florensia.

Langsung saja aku tindih Karen, gadis muda cantik dengan kulit sawo matang, tubuhnya langsing namun dengan postur tubuh yang cukup tinggi, ia masih muda, namun posturnya oke banget. Pipinya masih merah akibat minuman keras. Ku ciumi bibirnya yang manis lalu beranjak ke dadanya, susunya segar, dengan warna kulit yang lebih putih di bagian dadanya, dan juga putingnya masih nampak memerah.


Perlahan aku pun menggenjoti Karen. Gadis ini sudah sedikit lelah, responnya tidak seagresif sebelumnya. Aku biarkan saja ia terkulai, aku hanya menggenjotinya perlahan, seperti menikmati gadis yang sedang dibius saja.

Beberapa menit sudah, aku masih menggenjot Karen. Namun Herman sudah lelah, ia terbaring di sofa, sedangkan Yesi masih punya sedikit tenaga untuk menenggak bir yang tersisa di meja.

Yesi, aku mau minta giliran setelah selesai menggenjot Karen. Aku masih punya tenaga, akan ku simpan hingga puas.

Harum tubuh Karen membuatku terbuai, gadis muda ini memang menawan. Aku tak sabar lagi untuk menyemprotkan spermaku kembali, karena aku sudah masuk ke fase tersebut, nikmat sudah mencapai ubun-ubun. Inilah klimaks, aliran darah sudah berkumpul di penisku, terasa panas, dan bergejolak. Penisku mengeras di dalam vagina Karen. Kupercepat iramaku, hingga akhirnya aku kembali berejakulasi, kurasakan cucuran sperma kental mengalir di dalam vagina Karen.

Hari yang indah, aku beristirahat sejenak sebelum kembali menggenjot gadis lainnya. Yesi, gadis muda dengan wajah sangat oriental, mata sipit dan kulit putih, sangat mempesona. Kuakhiri pesta terakhir dengan menggenjot Yesi yang sudah terlarut dalam mabuknya. Yesi terbaring tanpa daya, tubuh seksinya terpampang indah, putih dan mulus, dengan susu yang tidak begitu besar, bahkan hampir datar ketika ia terbaring di lantai. Puting merah sedikit kecoklatan menjadi penghias yang indah di bukit saljunya itu. I love it so much.

Kuperlahan menggenjoti Yesi. Harum tubuhnya semerbak merayu perasaanku. Kuciumi rambut panjangnya yang berwarna hitam namun sedikit pirang di ujungnya. Yesi antara sadar dan tidak sadar. Aku menciumi bibirnya yang dengan aroma minuman keras. Oh yeah, nikmat, penisku terasa hangat di dalam vagina Yesi, kutarik keluar masuk perlahan. Tubuh Yesi bergetar, dan bergoncang seirama dengan genjotanku, sehingga dadanya pun sedikit bergoyang naik turun.

Florensia dan Karen sudah terkapar di lantai, mereka tidak mampu meminum alkohol, mereka terlihat mabuk dengan terbaring di lantai. Sedangkan Herman kulihat sedang duduk di sofa, sambil menenggak bir, ia pun memainkan handphone nya, mungkin sekedar browsing internet atau buka facebook. Namun kulihat wajahnya sedikit gelisah.


Tiga puluh menit mungkin aku menggenjot Yesi yang kini sudah tidak sadarkan diri. Aku telah berhasil berejakulasi untuk yang kesekian kali. Nikmat sekali hari ini, namun aku tidak bisa lama, aku harus pulang beristirahat karena besok aku punya jadwal yang padat.

“Sampai jumpa bro…”, salamku kepada Herman setelah mengenakan pakaianku kembali. “Oh ya, masalah pinjaman… Entar malam aku transfer…”, kata Herman. “Aku janji akan segera lunasi”, jawabku. “Jangan sungkan, anggap saja itu hadiah buat pernikahan kalian…”, kata Herman, “Aku turut berbahagia bro…”, lanjutnya. “Terima kasih bro…”, jawabku. “Thanks juga buat traktiran hari ini…”, lanjutku. Herman tersenyum dan berkata, “Semoga bahagia…”, lalu, “Maaf aku gak bisa antar sampai depan”, katanya sambil tersenyum dengan menunjukkan badannya yang bugil belum berpakaian.

Entah apa yang terjadi dengan Herman, ia belum mau cerita. Namun kebaikannya tidak akan aku lupakan. Malam itu aku cek rekeningku memang Herman sudah mentransferkan uang, namun sangat banyak, berlipat-lipat dari yang aku harapkan. Herman, terima kasih, kini danaku sudah lebih dari cukup. Kalau memang ada rejeki, sudah pasti akan aku lunasi.



Aku pikir aku tidak mampu lagi untuk bergerak, setelah semalam berpesta bersama Herman, paginya aku harus menjalani pemotretan untuk foto prewed kami.

Pagi sekali aku sudah disms oleh Naomi, katanya dia sudah bersiap-siap, namun aku baru saja bangun, dan kru yang bertugas untuk foto-foto belum menjemput kami. Aku tidak tahu siapa yang akan datang menjemput, namun kata Herman ia telah membayar semua biaya foto prewedku, ia dapat kenalan dari Karen dan kawan-kawan.

Akhirnya ada yang mengetuk pintu ketika aku selesai mandi. “Selamat pagi, dengan Pak Satorman?”, tanya seorang pria yang tadinya mengetuk pintu. “Oh iya, saya…”, jawabku. “Saya Guntur dari pihak pemotretan…”, katanya memperkenalkan diri.

Singkat cerita, setelah berbincang pendek akhirnya aku mengikutinya ke parkiran, aku akan dibawa ke tempat pemotretan. “Fahmi…”, satu pria yang menyetir memperkenalkan diri. “Cuma dua orang?”, tanyaku. “Kita entar jemput Yesi dulu, dia lagi siapin bahan make up…”, jawabnya. “Yesi?”, tanyaku. “Iya, bukannya kalian sudah saling kenal?”, tanya Fahmi. “Emang dia bisa make up?”, tanyaku. Sial, jangan-jangan mereka ini yang berkecimpung di dunia pemotretan majalah porno. Bagaimana bisa mereka memotret untuk acara prewed begini?


“Tenang saja bro…”, kata Fahmi. “Hasilnya tidak akan mengecewakan…”, lanjutnya. Aku hanya berfikir, bagaimana bisa fotografer bokep begini jadi fotografer profesional untuk prewed kami, apa jadinya kalau ketahuan ayahnya Naomi? Ah, apa boleh buat, nama nya juga gratisan, syukur-syukur sudah dibantu Herman.

Setelah menjemput Yesi, akhirnya kami menuju ke tempat Naomi. Namun dalam perjalanan, Yesi masih sempat-sempatnya menggodaku. Fahmi dan Guntur yang duduk di barisan depan pun mengacauku, “Masih jauh kok, gak bakal ketahuan… Hahaha”, kata mereka. Yesi tersenyum manis, dari tadi dia mencoba meremas penisku dari luar celana. “Anggap saja ini pelayanan tambahan bro… Hahaha…”, ejek Fahmi yang sedang menyetir.

Remasan tangan lentiknya telah membuat penisku mengeras, sial, apa yang harus aku lakukan? Aku ingin menolaknya, namun penisku sudah mengeras seakan ingin melanjutkan permainan Yesi. Aku hanya diam, lalu Guntur berkata, “Entar kita putar-putar bentar saja biar lebih lama sampai…”


Yesi langsung saja membuka resleting celanaku dan mengeluarkan penisku dari balik celana. Aku membiarkan semua itu terjadi. Sepanjang perjalanan Yeni mengocok penisku dengan tangannya. Aku menikmatinya, aku tidak bisa menolaknya, nafsuku telah menggelora.

Oh sungguh nikmat, penisku dikocok Yesi cantik di dalam mobil yang sedang bergerak. Sambil memandangi prmandangan luar sana, sensasi yang sangat berbeda. Tidak ada satu pun pengendara yang sadar apa yang kami lakukan di dalam sini. Bahkan di pemberhentian lampu merah sekalipun, mungkin karena kaca film mobil ini yang terlalu gelap.

Penisku mengeras kencang, jemari lentik Yesi sangat piawai memainkan penisku. Aku merasakan nikmat tiada tara, dikocok oleh gadis muda yang cantik di dalam mobil yang sedang berlaju di jalanan.

Nafsuku kian meningkat, ku tarik kepala Yesi ke bawah, aku ingin dia menyepong penisku. Oh, nikmatnya, Yesi tidak menolak, ia langsung saja mengulum penis kerasku. Aaaahhhh, desahku dalam hati. Yesi bergerak-gerak membetulkan posisi duduknya agar mudah menyepong penisku. Benar-benar pelayanan yang memuaskan, aku tidak tahu berapa biaya yang sudah dihabiskan Herman untuk mrmbayar mereka.

Aku tidak berpikir mengenai kesetiaanku terhadap calon istriku, Naomi Tatsuno, pernikahan kami hanya dikarenakan kecelakaan, lagian aku tidak suka dengan keluarganya yang memandang rendah aku. Aku tidak peduli, yang penting aku harus bersenang-senang, mengikuti permainan seperti air yang terus mengalir.

Yesi masih menyepong penisku dengan penuh nafsu. Penisku terasa licin di bibirnya karena dipenuhi air liurnya. Aku merenggangkan kakiku karena tidak tahan lagi. Akhirnya ku tahan kepala Yesi dan menyenprotkan sperma di dalam mulutnya. Nikmat sekali, penis hangatku berejakulasi di dalam mulut gadis muda nan cantik ini.

Mobil masih bergerak, aku masih melihat ke arah jalan melalui jendela mobil, perjalanan tidak jauh lagi, Yesi mengerti, ia membersihkan penisku dengan jilatan lidahnya. Setelah itu, ia sendiri yang memasukkan penisku kembali ke dalam celanaku. Pelayanan yang mantap, aku sungguh menikmatinya. Andai bisa sering-sering begini.


Beberapa pose telah kami peragakan untuk pengambilan foto pernikahan kami sesuai dengan instruksi Fahmi dan Guntur. Aku mengenakan setelan jas merangkul tangan Naomi yang berpakaian pengantin, berjalan di tepi pantai, lalu Guntur dan Fahmi mengambil gambar bergantian. Beberapa kali Yesi menghentikan pengambilan gambar guna memperbaiki make up Naomi.

Naomi terlihat cantik dengan baju pengantinnya yang serba putih. Bahkan kulihat Fahmi dan Guntur pun sering mencuri pandang terutama ke arah dada Naomi yang mana pakaiannya sedikit terbuka sehingga nampak jelas belahan dadanya.

Beberapa foto diambil seperti pose sedang berjalan di pantai, berbaring, duduk, pelukan, dan menunjuk matahari. “Nah, sekarang pose ciuman…”, ujar Guntur. Kami pun melakukan semua masukan dari mereka, wajar saja, mereka lebih tahu tentang pemotretan.


“Bagus!”, teriak Guntur sambil mengacungkan jempol, sepertinya hasil pemotretannya mendapatkan gambar yang bagus. Lalu kami break sebentar untuk merapikan dandanan Naomi. Fahmi memanggilku ke arah Guntur, mereka sedang mengecek hasil foto.

“Banyak nih, tinggal entar lu pilih aja mau yang mana…”, kata Guntur memperlihatkan foto-foto yang ia dapat langsung dari kameranya. “Istrimu cantik ya…”, puji Guntur, lalu disambung dengan Fahmi, “Putih kayak artis”, lalu aku pun tersenyum dan membalas mereka, “Iya bro, dia orang Jepang…”. “Wah, mantep lu bisa dapat cewek Jepang…”, seru Fahmi dan Guntur bersamaan. Naomi dan Yesi yang sedang duduk jauh di sana sekilas memandang kegaduhan kami.

Mereka mulai nakal, dan ngomongan mereka mulai ngawur. “Lu sudah belum tidur sama dia?”, tanya Guntur. Aku pura-pura tidak mau jawab dan hanya geleng-gelengkan kepala saja. “Wah payah lu bro…”, ejek Guntur. “Tapi biasanya pria mesum memang gitu bro”, kata Fahmi, “Nakal di luar tapi untuk urusan masa depan memang dijaga, cari istri pasti mau yang perawan, hahahaha…”, Guntur pun tertawa terbahak-bahak mendengar kelakar Fahmi. Yesi dan Naomi keheranan memandangi kami, entah topik apa yang kami bicarakan.

“Kira-kira kalau istri lu tahu gimana ya?”, ejek Guntur dengan nada sedikit tidak menyenangkan. “Maksudnya?”, tanyaku heran. “Tadi kan lu ke sini sambil disepongin Yesi, hahahahaha”, kali ini nadanya sedikit mengancam. Aku pun pura-pura menampilkan wajah keheranan.

“Boleh dong kita minta bagi…”, bisik Guntur perlahan di telingaku. Sial, bejat banget otak nih orang, calon istri orang saja masih mau diembat. “Lu kira kue? Pake acara bagi-bagi?!”, jawabku dengan sedikit nada masih candaan karena aku tidak mau menyinggung mereka yang memegang sedikit rahasiaku.

“Tenang saja bro, keperawanannya tetap milik lu…”, jawabnya lagi dengan bisik, orang ini sepertinya ngotot ingin mencicipi Naomi. Mereka tidak tahu bahwa Naomi sudah tidak perawan lagi. “Eh, mulut kalau ngomong dijaga ya!”, jawabku dengan sedikit gertakan, aku memang tidak ada perasaan dengan Naomi, namun aku tidak bisa memperkeruh masalah, urusanku dengan ayah Naomi saja belum selesai.

“Gapapa sih kalau keberatan…”, ujar Guntur dengan senyum sinis. Aku mulai curiga, ini bakal lebih parah lagi kalau saja Naomi tahu aku masih saja nakal, apalagi sampai diketahui oleh ayahnya, urusan bakal lebih runyam.

“Jadi mau kalian apa?!”, tanyaku. “Tenang saja bro, kita cuma bersenang-senang tanpa menimbulkan masalah apapun…”, kata Guntur. Aku hanya bisa pura-pura bernegosiasi, pura-pura menyanggupi hanya karena ancaman mereka. Aku pun kemudian menyanggupinya, sebuah rencana yang mereka susun, simpel, dan tidak mengganggu masalahku. Aku masih sempat memandang ke arah Naomi yang sedang didandani Yesi, dia memang terlihat cantik, maafkan aku, walaupun sudah akan menjadi suamimu namun aku masih belum bisa mencintaimu.

Pemotretan masih berlanjut hingga ke lokasi hotel, kami mengambil foto di dekat kolam renang, cukup indah view di sana. Hingga akhirnya hari mulai sore, Guntur dan Fahmi sebentar lagi menjalankan rencananya.

“Waktunya istirahat…”, kata Yesi sambil membawakan kami minuman. Guntur telah memerintahkan Yesi untuk memasukkan obat tidur di minuman Naomi. Aku hanya bisa membiarkan ini semua terjadi, walaupun Naomi tidak mengetahui apa yang akan terjadi nantinya.

Naomi mulai mengantuk, “Mas, aku kok ngantuk ya?”, tanya Naomi. “Ya sudah, kita istirahat sebentar di kamar”, kataku. Kami pun akhirnya masuk ke kamar yang memang sudah kami boking sebelumnya karena takut acara pemotretan membutuhkan banyak waktu hingga malam hari. “Sudah selesai kok, kalian istirahat saja, kami mohon pamit…”, kata Guntur yang pura-pura ikut mengantar kami hingga depan pintu kamar hotel.

Naomi sempoyongan, ia hanya sempat melambaikan tangan lalu berjalan ke kasur dan tumbang. Guntur berbisik, “Pastikan masih sadar ga?”, katanya, lalu Fahmi dan Yesi pun menyusul. Naomi sudah tak sadarkan diri, ku panggil-panggil bahkan ku goyang-goyang tubuhnya, ia tak kunjung bangun, hebat benar obat yang mereka berikan.

Semua masuk ke kamar, lalu Fahmi pun mengunci pintu. “Tenang saja bro, lu bisa sambil jagain kok…”, kata Guntur yang lalu mendekati Naomi yang terbaring di kasur. Masih mengenakan pakaian pengantinnya, Naomi dicium oleh Guntur. Seperti serigala menemukan mangsa, ia melumat bibir Naomi penuh nafsu. Aku hanya bisa melihat, berjaga-jaga agar Guntur tidak berbuat lebih jauh.

Fahmi pun mulai mendekati Naomi juga. Sedangkan Yesi masuk ke kamar mandi untuk mandi, tanpa malu ia lepas pakaiannya di depan kami hingga bugil lalu masuk ke kamar mandi. Penisku mengaceng melihat semua adegan ini. Namun aku harus tetap waspada.

Setelah puas mereka bergantian menciumi bibir Naomi, mereka pun mulai meraba-raba payudara Naomi. “Mantap benar nih cewek, kayak artis aja…”, kata Guntur. Baju pengantin Naomi ditarik sedikit ke bawah, karena modelnya memang tidak perlu mengenakan bra, maka susu Naomi pun dengan mudah mencuat keluar ketika pakaiannya ditarik.

“Wuihhhh… putih bener…”, ujar Guntur lagi. Melihat gunung kembar indah milih Naomi yang sedang tidak sadarkan diri itu, mereka pun segera menciuminya, Guntur mengambil sebelah kanan, sedangkan Fahmi mendapat jatah kiri.

“Tolong jangan lebih ya, punya gue buat malam pertama…”, aku berpura-pura minta kebaikan mereka untuk tidak meniduri Naomi, cukup saja mereka menciumi atau meraba-raba saja.
Mereka tidak menggubris, mereka asyik menyedoti susu Naomi, bahkan ditariknya dengan sedotan mulut mereka. Melihat adegan itu, penisku mengaceng kuat. Seorang pengantin wanita yang cantik dengan kulit putih sedang digerayangi dua pria bejat, sungguh seperti adegan di film-film bokep.

“Loh, perutnya kok agak gede?”, Guntur yang kaget ketika tidak sengaja meraba ke arah perutnya. “Jangan-jangan sudah lu buntingi ya bro?”, tanyanya sambil tersenyum. “Memang gitu perutnya…”, jawabku, “Buncit… Naomi ga pandai rawat diri, dietnya gagal mulu…”, sambungku. “Hahahaha, kalaupun bunting juga gapapa, kita ga bakal macem-macem kok, kan punya lu, hahahaha…”, ejek Guntur. Bokep Jepang

Gaun pengantin Naomi yang lebar sangat mudah dibuka, dengan sekali tarik saja, gaun tersebut menyingkap ke atas, sehingga nampaklah celana dalam Naomi yang berwarna putih sewarna dengan gaunnya.

“Eh, janji lu orang apa?”, tanyaku karena takut mereka memperkosa Naomi. “Ga bro, temang saja, cuma mau cium-cium bentar…”, jawab Guntur lalu menarik turun celana dalam Naomi. Setan, mesum sekali otak mereka. Guntur dan Fahmi kemudian bergantian menciumi vagina Naomi. Penisku mengaceng kuat, sial, ingin sekali aku menyalurkan nafsu ini.

“Lu mau gabung bro?”, ejek Guntur. Aku hanya diam saja karena pura-pura jaga diri. “Lu mah ga perlu sekarang, malam pertama aja entar, hahaha”, potong Fahmi.

Guntur mulai mengeluarkan penisnya dari balik celana, begitu juga Fahmi. “Kita pinjam tangan calon istri lu ya bro, hehehehe”, kata Guntur lalu mengambil tangan Naomi yang lunglai dan diarahkan ke penisnya. Fahmi melakukan hal yang sama, mereka ingin mengocok penis mereka sendiri dengan menggunakan tangan Naomi.

Sial, aku menjadi sangat nafsu, apalagi melihat Naomi diperlakukan seperti itu. Aku hanya bisa pura-pura lagi berkata, “Tolong jaga buat malam pertama gue bro…”, pura-pura aku memelas. “Sudah dibilang lu tenang aja…”, kata Guntur.

Penisku mengaceng kuat, apalagi melihat vagina Naomi yang terpampang jelas. Tak tahan lagi, aku lalu mengeluarkan juga penisku dari balik celanaku melalui resleting. Ku kocok perlahan sambil mendekati Naomi. “Tidak, gue harus tahan diri…”, ujarku pelan. “Tenang bro, jaga buat malam pertama…”, kata Guntur yang melihatku nafsu ingin menikmati Naomi.

Aku coba menahan diri, ku kocok perlahan penisku sambil melihat Naomi yang tidak sadarkan diri mengocok penis kedua pria itu.

“Lu minta bantu Yesi saja bro”, kata Guntur yang melihat Yesi keluar dari kamar mandi. Yesi baru selesai mandi, aroma sabun keluar dari kamar mandi, harum sekali. Yesi hanya mengenakan handuk, dan rambutnya masih lecek basah belum dikeringkan. Yesi melihat Guntur dan Fahmi yang sedang mengocok penis mereka masing-masing dengan menggunakan jemari lentik Naomi. “Eh, istri orang jangan dikenapa-napain”, singgung Yesi. “Tenang aja…”, jawab Guntur. “Daripada lu ribut, bagus lu tuh bantu kawan kita…”, kata Fahmi menunjuk ke arahku.

Aku sudah tidak tahan, aku pun akhirnya meminta Yesi mendekat dan mengocok penisku. Yesi tidak menolak. Aroma tubuhnya harum sekali, nampak segar karena selesai mandi, bahkan tetesan air masih nampak membasahi sekujur tubuhnya. Aku berdiri tepat di depan ranjang yang menampakkan vagina Naomi di mana selangkangannya terbuka lebar. Yesi jongkok di depanku sambil mengocok penisku.

Guntur di sebelah kanan Naomi, dan Fahmi di sebelah kiri Naomi. Tak habis pikir ini semua bakal terjadi. Aku hanya bisa menikmati kocokan dari Yesi sambil memandangi calon istriku yang dikerjai kedua pria mesum yang baru saja aku kenal.

Ah, mantap sekali kocokan Yesi, jari lentiknya memang piawai memainkan penisku. Apalagi dibarengi dengan aroma harumnya, entah bau sabun atau shampoo, yang jelas sungguh harum sekali. Sambil memandang Naomi yang berpakaian pengantin tengah dikerjai Guntur dan Fahmi, aku sesekali juga melihat ke bawah, belahan dada Yesi juga menggiurkan, susunya hanya tertutup handuk putih yang disediakan pihak hotel.

Guntur dan Fahmi masih terus mengocok penis mereka menggunakan tangan Naomi, sesekali mereka juga meremas buah dada Naomi, serta menciumi bibir Naomi dan menyedoti puting susunya. Mereka terlihat kegirangan bisa menikmati Naomi walaupun tidak sampai menidurinya.

Yesi sudah mulai memasukan penisku ke dalam mulutnya, ia melayaniku tanpa paksaan, tanpa disuruh ia pun mengulum penisku dengan lembut dan perlahan, sungguh nikmat tiada tara.

Beberapa menit kami lalui dengan pose yang sama. Guntur dan Fahmi dikocok penisnya oleh Naomi yang tidak sadarkan diri, sedangkan aku disepongin oleh Yesi. Hingga Guntur dan Fahmi mulai bosan, mereka menahan nafsu mereka agar tidak segera berejakulasi.

“Bawa sini bro…”, pinta Guntur kepadaku agar aku dan Yesi mendekati mereka.
Ternyata Guntur ingin menggenjot Yesi sambil melihat Naomi, itu menjadi imajinasinya. Membayangkan menggenjot Naomi. Aku membiarkannya, yang penting Naomi baik-baik saja. Handuk Yesi dibuang Guntur ke lantai sehingga Yesi yang tampak segar karena baru selesai mandi itu pun akhirnya telanjang bulat.

Yesi membelakangi Guntur sehingga Guntur bisa dengan muda menyodoknya dari belakang, sambil Guntur memandangi Naomi yang tidak sadarkan diri di samping, dan sesekali Guntur meremas buah dada Naomi yang mencuat keluar karena baju pengantinnya ditarik turun sedikit. Yesi yang terbungkuk karena Guntur menggenjotnya dengan gaya doggie itu pun masih menyepongku. Aku pun sambil memandang Naomi, calon istriku yang mana sedang dikerjai Guntur dan Fahmi.

Fahmi dari tadi masih mengocok penisnya sendiri menggunakan tangan Naomi yang lemas, sebentar-sebentar juga ia menciumi bibir Naomi dan mengenyot susu Naomi.

Sudah lebih dari setengah jam dan Naomi tidak kunjung sadar. Guntur pun sudah mulai berejakulasi, ia memuncratkan spermanya di luar vagina Yesi. Ia membasahi pantat Yesi dengan menggunakan spermanya yang cukup banyak. Sedangkan Fahmi kini sudah menusukkan penisnya ke mulut Naomi. Namun karena Naomi tidak sadarkan diri, mulutnya pun tidak bisa menutup dan mengulum penis Fahmi, sehingga Fahmi harus menahan pipi Naomi agar bibirnya bisa menjepit erat penis Fahmi.

Aku masih disepong Yesi, kini ia lebih leluasa karena tidak perlu membungkukkan diri. Aku baring di kasur, tepat di samping Naomi, Yesi dengan mudah bisa menyepong penisku. Guntur sudah selesai, ia masuk kamar mandi untuk menyegarkan diri.

Fahmi masih menusuk-nusukkan penisnya ke mulut Naomi yang tidak sadarkan diri. Sedangkan aku sesekali juga meremas payudara Naomi dan menyedotinya.

Aku sudah merasakan kenikmatan, ini kedua kalinya dalam sehari Yesi membuatku merasakan nikmat disepong. Permainan mantapnya membuatku terasa terbang dan ingin cepat-cepat menyembutkan cairan yang tak tertahan itu. Ku tahan kepala Yesi karena aku sudah merasakan akan berejakulasi, Yesi memahaminya walaupun rambutnya sedikit terjambak olehku.

Aku merasakan penis hangatku menyemburkan sperma kental di dalam mulut Yesi. Ah, nikmat sekali, sambil kulihat ke arah samping, Fahmi juga sudah berejakulasi, ia mengocok penisnya hingga spermanya muncrat di wajah Naomi. Nikmat sekali, aku merasakan sensasi yang sangat lain.

Setelah Guntur selesai mandi, ia pun membantu Fahmi dan Yesi untuk merapikan pakain Naomi. Yesi melap wajah Naomi yang dipenuhi sperma Fahmi, walaupun ia sendirii belum membersihkan sperma yang tersisa di bibirnya dan juga yang masih membasahi pantatnya. Tugas utama kita mengusahakan agar Naomi tidak curiga ketika terbangun nanti.

Semua beres, Guntur dan kawan-kawan pun meninggalkan kamar hotel. “Sampai jumpa bro… Kami tunggu di pantai ya, kalian istirahat dahulu…”,, kata mereka. Dan aku pun pura-pura ikut tidur agar Naomi tidak curiga ketika tersadar kembali.

“Wajar, acara hari ini padat, pemotretan yang cukup melelahkan…”, kataku ketika Naomi membangunkanku. Naomi tampak tidak curiga. Aku pun minta Naomi untuk berganti pakaian karena kami akan kembali pulang. Aku pun menelpon Yesi agar Yesi membantunya melepas pakaian pengantinnya.

Ada panggilam tak terjawab di handphone ku, dari Wahyu, teman kami yang dahulu membackingi tempat usaha prostitusi Herman, entah ada masalah apa, namun biarlah, nanti saja setelah pulang rumah baru aku telepon balik.

Hari yang bahagia telah tiba, cukup elegan karena sebagian besar dari tamu undangan yang datang adalah rekan bisnis dari ayah Naomi. Bahkan beberapa merupakan warga negara asing seperti dari Jepang dan Korea, bahkan ada beberapa bule yang mungkin dari Amerika atau pun Eropa sana.

Naomi terlihat sangat cantik dengan gaun pengantin putih yang ia kenakan. Gara-gara acara ini aku malah sedikit bertambah mencintai Naomi. Ia gadis yang baik, aku tidak habis pikir ia rela menikah denganku. Tak sepantasnya ia mendapatkan suami sepertiku, aku yang jelek dan miskin ini awalnya tidak pernah memiliki perasaan terhadapnya.

Naomi gadis yang cantik dan berasal dari kalangan yang berada, ia layak mendapat suami yang jauh lebih baik dariku. Namun aku hargai semua keputusannya untuk menerimaku apa adanya.

Sepanjang acara aku hanya berfokus untuk bisa menjaga Naomi, berharap ke depan aku bisa berubah dan hidup bahagia bersama Naomi, walaupun masih sedikit kesal melihat ayahnya yang masih merendahkan aku.

Tidak banyak yang bisa ku ceritakan mengenai acara pernikahan kami, semua berjalan lancar, seperti acara pernikahan lainnya, hanya sedikit perasaan yang bercampur aduk, entah itu bahagia, kecewa, menyesal, malu ataupun semua perasaan yang aku tidak tahu membuat pikiranku blank hingga waktu berputar terus menerus dan acara pun selesai.

Aku baru sadar banyak temanku yang tidak hadir, terutama Herman. Entah ke mana dia, aku yakin ia tidak bakal lupa dengan acaraku. Sedangkan tadi, Wahyu sempat mengatakan bahwa kami punya urusan, ketika ia naik ke panggung dan menyalami kami, ia hanya berpesan untuk segera menghubunginya nanti.

Jam menunjukkan pukul 22:45, semua telah bubar, hanya tinggal aku, Naomi dan ayahnya. Ayah Naomi masih kesal padaku, dengan nada melecehkan ia bertanya apakah bisa membahagiakan anaknya? Naomi berusaha membujuk ayahnya, ini hari bahagia kami, kenapa ayah Naomi harus memarahiku, kenapa kami harus bertengkar lagi, Naomi berusaha menjelaskan bahwa aku akan berubah.

Permasalahan sekarang, Naomi harus ikut aku tinggal di kost hingga aku mampu mendapatkan tempat tinggal. Ayah Naomi sebenarnya kaya, ia mampu membelikan kami rumah mewah, hanya saja ia sudah terlanjur tidak suka denganku, ia coba menekanku agar aku bisa mendapatkan rumah sendiri.

“Saya capek…”, kata Naomi yang langsung saja terlentang di tempat tidur setelah meletakkan koper nya. “Mandi dulu lah, habis itu baru tidur, masa mau tidur pakai pakaian pengantin?”, kataku. Aku juga capek sekali, malam ini biarkan kami beristirahat saja.

Naomi terpaksa tidur sendirian setelah ia mandi dan terkapar. Kasur milikku ukuran single bed, tidak cukup untuk tidur berdua, biar besok aku pikirkan lagi apakah membeli kasur baru dan atau sekalian mengontrak rumah yang lebih besar untuk sementara. Aku hanya bisa memandangi Naomi yang tertidur pulas dari bangku. Aku rebahkan diriku di bangku memikirkan kenapa semua ini bisa terjadi, kamar kost sempitku tidak layak untuk Naomi.

Tempat yang selain sempit juga kotor ini mungkin akan membuat Naomi tidak betah, apalagi barang-barangki yang berantakan seperti kapal pecah. Namun Naomi terlihat terlelap di kasur busukku, ia memeluk erat guling yang biasa aku pakai, guling kotor yang penuh bekas air pejuku.

Aku terbangun sekitar pukul 09.15, aku tak sadar aku ketiduran di bangku yang keras dan usang ini. Naomi masih terbaring diranjang, ia sepertinya sangat capek dengan acara semalam, biar lah ia beristirahat, aku tidak mau membangunkannya.

‘Kalau sempat, ke tempat dinasku, ada masalah dengan Herman’, sms dari Wahyu yang masuk semalam namun tidak sempat ku baca. Kacau, Herman berada di penjara? Wahyu berdinas di penjara, jangan-jangan Herman melakukan sesuatu yang melanggar hukum, apa itu sebabnya ia tidak menghadiri acara pernikahanku?

Aku segera mandi dan bergegas ke sana. Ku lihat Naomi masih terjaga, aku pun meninggalkannya sendirian di kamar kost. Herman, apa yang kamu perbuat sehingga harus berurusan dengan hukum?




“Sebenarnya, Herman pesan tak perlu buru-buru beritahu lu”, kata Wahyu ketika aku baru saja sampai. Wahyu dulunya aparat keamanan di bagian narkotika, dia juga pernah menjadi backing kami ketika Herman menjalankan usaha pijat plus-plus, namun karena prestasi yang mengecewakan, Wahyu dipindah tugaskan.

“Apa yang terjadi dengan Herman?”, tanyaku. “Sabar, aku sudah membuat jadwal kunjungan, kamu bisa bicara langsung dengan dia”, jawab Wahyu.

“Bro, maaf tidak bisa menghadiri pernikahanmu…”, ucap Herman ketika melihatku, ia langsung saja berjabat tangan lalu memelukku. Matanya sedikit bersinar seperti ingin menangis, entah apa yang ada dipikirannya. “Apa yang terjadi bro?”, tanyaku di ruang sunyi yang hanya dijaga Wahyu dari balik pintu. Herman nampak tidak sehat, wajahnya pucat. Matanya nampak ingin menangis, entah bahagia karena acaraku atau dia sedih dan menyembunyikan sesuatu yang tidak aku ketahui. Nonton Bokep

Sejenak ia terdiam dan lalu mulai bercerita.

Malam itu dimulai sebelum pesta kita bersama Florensia, Yesi dan Karen.
Aku tidak bisa berhenti memikirkan Agnes, istriku, entah di mana sekarang keberadaannya. Entah baik-baik saja atau sedang susah. Aku merasa sangat bersalah karena tidak menjaganya. Malam itu telah kuhabisi sekitar lima botol bir, aku masih kuat, belum teler, tapi hatiku bukannya semakin tenang, rasa bersalah semakin timbul karena kehilangan istriku.

Aku masih sempat menatap wajah Chelsea, anakku yang sedang tidur pulas di kamarnya. “Maafkan papa, kamu jadi sendirian begini tanpa mamamu menemani…”, aku putuskan untuk jaln keluar menghirup udara segar. Aku yakin aku masih tersadar, jalanku masih teratur, hanya saja aku seperti orang bodoh, malam-malam buta harus mencari Agnes di mana.

Sambil menggenggam sebotol bir aku berjalan menyusuri lorong-lorong tanpa mempunya tujuan di mana harus berhenti. Memasuki kawasan kumuh dan sebagainya, aku tidak lelah, hanya pikiranku sedikit kacau.

Beberapa preman asyik duduk di sudut taman sedang asyik bermain kartu, dengan asap rokok yang menggumpal. Suasana kota ini ketika malam memang sedikit mencekam. Tak jauh dari sana juga ada seorang gembel tertidur di bangku taman. Bahkan di lorong-lorong sebelum ke arah taman bahkan terlihat pemuda sedang asyik nongkrong berpacaran.

Aku masih sempat mempergoki sepasang pemuda yang sedang asyik bercumbu di balik semak-semak. Mereka tidak menyadariku, namun jelas ku lihat si gadis sedang asyik menyepongi lelakinya. Daerah yang cukup strategis karena jarang dilewati orang.

Aku tidak sadar, aku sudah berjalan cukup jauh. Hingga ku lihat itu adalah tempat prostitusi milik Alex. Apakah ini pertanda aku akan bertemu Agnes? Karena terakhir kali informasi yang di dapat, Agnes berada di sini.

Aku coba masuk lagi, coba mencari informasi lagi walaupun sebelumnya telah ku dapat. Semoga kali ini ada informasi baru yang bisa aku dapatkan.

**
“Maaf mas, Devi malam ini tidak masuk kerja…”, kata resepsionis cantik yang berjaga di depan. “Wah sayang banget…”, kataku. Devi adalah gadis pekerja di sini, aku mengenalnya dari Satorman. Devi sedikit tahu mengenai wanita pekerja di sini yang bernama Madona dan mirip dengan Agnes. Aku mendapat sedikit informasi dari Devi, berharap ada informasi tambahan darinya, aku ingin menemuinya lagi.

“Hmm…”, aku pura-pura seperti kecewa. Namun security yang berjaga di depan pintu terus mengawasiku. “Kalau Madona?”, tanyaku. Madona adalah seorang gadis pekerja di sini yang diduga adalah Agnes, karena menurut Devi wajah Madona mirip sekali dengan istriku, Agnes Monica. “Maaf mas, Madona sudah lama berhenti…”, jawab gadis itu.

Lalu security mendekatiku dan menegurku, “Maaf bos, kalau bisa cepetan soalnya ada tamu lain yang antri…”, katanya sambil menunjuk beberapa pria hidung belang yang berdiri di belakangku. Saking lamanya berbicara dengan reseptionis itu membuatku tidak sadar ternyata banyak yang sudah antri di belakang.

“Ya sudah, saya ambil paket itu”, kataku sambil menunjuk ke daftar paketan. Lalu resepsionis itu pun menyuruh security tadi menuntunku ke dalam. Aku ambil paket termahal, pelayanan terbaik pasti akan mereka berikan, sekaligus ini tamparan buat si security brengsek yang barusan menegurku.

Sebuah ruangan bersekat kaca tebal, besar sekali, inilah yang biasanya orang sebut akuarium. Banyak gadis bugil berdiri di dalam sana menunggu dipilih. Aku perhatikan dengan jelas, memang tidak ada Agnes di dalam sana. Banyak gadis muda pula, namun tidak satu pun yang membuatku tertarik.

“Bagaimana bos? Minat yang mana?”, tanya security itu. Aku hanya diam sambil mengusap dagu, “Hmm…”. “Yang itu baru bos…”, security itu menunjuk seorang gadis di sudut akuarium sana. Gadis berkulit sawo matang, dengan wajah binal melihat ke arah kami. Terlihat tidak muda lagi, aku yakin dia bukan baru di dunia ini, mungkin saja baru pindahan dari tempat lain.

“Kalau boleh tahu, resepsionis di depan bisa ga?”, tanyaku. “Oh, dia cuma karyawati di sini bos…”, jawab security itu. Lalu ku selipkan uang seratus ribu ke saku celananya, “Tolong tanyain dong”. Security itu tersenyum lalu memintaku menunggu dan dia pun berjalan keluar.

Tidak lama menunggu, security tersebutpun kembali masuk. “Bos ngomong sendiri saja ya…”, katanya lalu membawaku keluar lagi.

“Mas kalau mau, tunggu shift saya digantiin teman ya, lima belas menit lagi”, kata resepsionis cantik itu. “Trus biaya tambahan untuk diluar paket sebelumnya…”, katanya untuk membayar tips dia sendiri. Tidak seberapa, aku akan membayarnya.

Lima belas menit kemudian, temannya pun datang untuk menggantikannya. Dan resepsionis itu pun lalu mengajakku masuk. Melalui lorong, resepsionis itu mencari kamar yang masih kosong. Aku tidak tahu apakah resepsionis ini memang bisa dipakai atau tidak, aku hanya mencoba.

“Siapa namamu sayang?”, tanyaku setelah kami masuk ke salah satu kamar yang kosong. “Claudia…”, jawabnya lalu mengunci pintu. “Memangnya Claudia sering seperti ini?”, tanyaku. “Enggak mas…”, jawabnya, “Kalau ketahuan bos bisa dipecat…”, lanjutnya. “Kok kamu mau?”, tanyaku. “Perlu duit dong mas, makanya kerja…”, jawabnya. “Trus kalau ketahuan bos?”, tanyaku. “Mau gimana lagi mas? Cari kerjaan baru lah”, jawabnya, “Lagian kata yang jaga, biasanya bos gak datang jam segini”.

Claudia sepertinya sudah cukup lama kerja di sini, namun karir yang begitu-begitu saja membuatnya bosan, apalagi dengan penghasilan yang pas-pasan. Claudia malah terkadang iri dengan wanita penjajah seks yang bekerja di sini, penampilan menarik, penghasilan besar, bisa beli tas mahal, perhiasan dan sebagainya. Namun ia masih malu untuk memulai menggeluti bisnis ini.

Claudia pun mulai melepas pakaiannya, aku yakin dia pun buru-buru karena takut ketahuan bosnya. Wajahnya cantik dengan bulu mata yang lentik. Aku pun turut melepas pakaianku sambil berbincang-bincang lagi. “Kira-kira hampir tiga tahun mas…”, jawabnya ketika kutanyai lama bekerja. “Ngeseks sering?”, tanyaku. “Ah mas… Saya baru pertama kerja kayak gini…”, katanya, entah bohong atau tidak. “Ah masa?”, tanyaku.

Lalu Claudia mulai mendekatiku, ia langsung saja memelukku dan menciumi bibirku, nampak ia sudah terbiasa dengan ini. Kuluman bibirnya begitu sensasional, lidahnya bermain di dalam mulutku. Aku rasa Claudia sudah profesional di bidang ini.

Kami bercumbu rayu bagaikan pasangan suami istri. Bau tubuh Claudia sangat harum, sangat membuatku dimabuk kepayang. Wajah cantiknya pun terlalu menggodaku. Dengan tubuh yang seksi dan mulus, aku dengan mudahnya terbang ke dunia kenikmatan.

Claudia mulai menjilati batang penisku secara perlahan. Dengan jari lentik dan gemulainya ia meraba kantung penisku. Sungguh sensasi yang luar biasa, hingga semakin bergejolak ketika Claudia mulai memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Hangat sekali, dan terasa geli ketika ia memainkan lidahnya untuk menjilati batang penisku, dari ujung kepala hingga ujung pangkal.



“Arrggghhhhh….”, erangku ketika Claudia sudah mulai menyedotinya. Terasa penisku seperti ditarik ulur bagaikan sedotan halus vacuum cleaner mini. Aku rasakan basah di penisku yang pastinya dipenuhi oleh air liur Claudia. Aku rebahkan badan, beristirahat sambil membiarkan Claudia melayaniku, merasakan nikmat permainannya, sungguh luar biasa.

Permainan mulutnya usai. Kini Claudia mulai memakaikan ku kondom. Penisku berdiri tegak sehingga dengan mudah saja Claudia memasangkan kondom tipis itu di penisku. Aku masih berbaring, Claudia lalu berjongkok di atas penisku. Dengan sedikit perjuangan ia pun berhasil menjebloskan penisku di vaginanya. Sleeeppp, waw, hangat sekali, penisku langsung saja masuk ke vaginanya.

Claudia mulai menggoyangkan pinggulnya. Kiri ke kanan, maju mundur, dan naik turun, terus menerus ia memompa penisku. Aku pun tidak tinggal diam, kuremas buah dadanya yang mulus itu. Pemandangan eksotik yang indah, Claudia cantik terlihat sangat kenikmatan merasakan benda besar yang mengoboki liang vaginanya.

Beberapa menit berlalu ketika Claudia mulai kelelahan menggoyangkan pinggulnya, aku pun bangkit. Kami berganti posisi, aku kini yang menindihnya. Ku genjot lalu ku buka ke dua kakinya agar lebih lebar.

Kami bermain dengan berbagai gaya. Gadis muda nan cantik ini benar-benar membangkitkan nafsu birahiku. Kupeluk tubuhnya yang harum dengan erat, tak ku lepas sambil terus menggenjotnya. Ciuman bertubi-tubi pun kulancarkan. Wajahnya penuh dengan liur akibat ciuman ku, lalu aku juga menyedoti susunya. Susu putih yang terlihat sangat segar itu sepertinya jarang dijamah lelaki.
Tak terasa sudah tiga puluh menit berlalu, aku pun mulai masuk ke tingkat puncak. Kenikmatan sudah diubun-ubun. Penisku bergetar kencang, aku pun merasakan sensasi kenikmatan menyemprotkan sperma di dalam liang hangat vagina Claudia walaupun terlapis oleh kondom tipis yang tadinya dipakaikan Claudia.

Nikmat sekali. Ku ciumi bibir Claudia yang merah itu. “Hebat banget permainanmu…”, kataku. “Sudah sering?”, tanyaku. “Dulu sih iya… Sama mantan…”, jawabnya. “Sudah putus?”, tanyaku lagi. “Sudah hampir setahun…”, jawabnya lalu membalas ciumanku dan permainan lidah kami berlanjut. Claudia ternyata jablay, mungkin sudah lama juga ia membutuhkan kehangatan ini.

Kenikmatan sementara itu pun berlalu dengan cepat dan membuatku sedikit kecewa karena ingin lebih lama berduaan dengan Claudia. Namun apa boleh buat, Claudia tidak memiliki ijin untuk melayani konsumen di sini.

Bahkan yang ditakuti dia kini menjadi kenyataan.

Seseorang mengetuk pintu, kami mengira itu adalah security yang berjaga. Dengan segera kami berpakaian kembali dan membuka pintu.
Sial, di depan pintu berdiri sosok yang ditakuti Claudia, dan juga sosok yang aku tidak suka, dia adalah Alex, pria yang selama ini menjadi musuh bebuyutanku. Menurutku dia lah otak dari hilangnya Agnes selama ini.

“Siapa yang kasih ijin kamu kerja begini?!”, Alex marah-marah ke Claudia karena tugas Claudia hanya sebagai resepsionis di sini. Claudia meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya. “Saya tidak mau tahu kamu kerja apa di luar, tapi yang jelas kalau di sini kamu cuma resepsionis!”, Alex marah dengan nada yang tinggi. Ia memgancam memotong gaji Claudia karena menggunakan fasilitas kamar tanpa seijinnya.

Aku ingin membantunya namun aku tidak mungkin berdebat dengan Alex masalah ini karena aku punya masalah yang lain dengan dia.

Setelah Claudia pergi, aku pun lalu merangkul kerah baju Alex, “Di mana lu sembunyikan Agnes?!”, tanyaku. Alex marah lalu mendorongku. “Lu pikir gue bapaknya?!”, jawabnya cetus. “Seenaknya saja lu tanya gue!”, “Lu suami nya, mestinya lu yang lebih tahu!”, katanya. Aku emosi, setelah didorong dan dibentak begitu, sontak saja aku langsung melayangkan tinjuku tepat di wajahnya.

Alex terjatuh namun beberapa pria berlarian masuk untuk menolongnya. Diduga pria-pria itu adalah penjaga di sini. Mereka lalu menyeretku keluar dari tempat maksiat milik Alex itu.

Sepenggal cerita dari Herman yang telah harus diakhiri karena jam besuk telah hampir habis. Wahyu menunjuk arlojinya pertanda kami harus sudahi pertemuan ini, padahal cerita belum selesai.
Herman meminta ijin cukup dua menit katanya. Herman meneruskan cerita dengan singkat.

Setelah ia keluar dari tempat maksiat Alex, ia pun mengintai Alex pulang dari tempat itu. Mereka kembali beradu tangan. Alex yang membawa senjata tajam hampir melukai Herman. Namun dengan cekatan, Herman mampu membalikkan keadaan, Alex tertusuk di perut dan tergeletak di jalan. Herman kabur, tidak pulang, ia mengasingkan diri.

Hari selanjutnya itulah terakhir ia bertemu denganku, ia menenangkan diri dengan berpesta seks. Aku baru sadar kala itu kegalauan Herman berawal dari hal ini.

“Alex bilang Agnes kabur bersama seorang dokter tua…”, lanjutnya. Hanya itu info yang ia peroleh. “Aku mohon, bro bisa memenuhi permintaanku…”, ia memohon dengan mata yang bersinar-sinar seakan ingin menangis.
Aku berjanji pada Herman untuk membantunya, namun sebuah janji yang sangat berat harus ku penuhi, antara senang dan terbebani. Namun satu hal yang aku tetap percayai, Herman menaruh harapan padaku. Ia ingin aku mengelola usahanya, merawat anaknya, tinggal dan menjaga rumahnya.

Herman belum tahu berapa lama ia akan di dalam sel karena sidang belum dijalankan. Hukuman apa yang akan dia terima juga ia tidak tahu, sehingga ia mempercayai segalanya padaku.

Aku berjanji akan meneruskan pencarian Agnes demi temanku Herman. Aku akan menganggap anaknya, Chelsea bagai anakku sendiri. Aku harus memberitahu istriku, Naomi, kalau bisa kami akan mengangkat Chelsea menjadi anak angkat kami.

Terlalu banyak tugas yang harus aku jalankan nantinya.

Herman, aku berjanji tidak akan mengecewakanmu sobat. Dengan begini aku tidak perlu tinggal di kost lagi. Aku siap menjaga rumahmu hingga kamu keluar nantinya. Dan sementara aku bisa menegakkan wajahku di depan mertuaku, ayahnya Naomi yang selama ini memandang remeh aku. Aku juga akan terus berusaha membangun usahamu, semoga semua berjalan dengan lancar. Terima kasih.


No comments