NasDem Singgung Pemecatan Prabowo, Gerindra: Jangan Asal Ngomong!
NasDem Singgung Pemecatan Prabowo, Gerindra: Jangan Asal Ngomong!
DetikGadis - Sekjen NasDem Johnny G Plate menyinggung rekomendasi Dewan Kehormatan Militer tentang pemecatan Prabowo Subianto dari TNI pada Mei 1998. Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade angkat bicara dan menjelaskan soal pemecatan sang ketum itu.
"Saya ingin jelaskan bahwa tidak ada namanya Dewan Kehormatan Militer, yang ada Dewan Kehormatan Perwira. Dan berdasarkan SKep Panglima ABRI No 838/1995 tentang Dewan Kehormatan Perwira, Panglima ABRI tidak punya wewenang membuat DKP untuk perwira tinggi," kata Andre kepada wartawan, Senin (6/8/2018).
Andre mengatakan Johnny salah bicara soal Dewan Kehormatan Militer. Saat itu, Prabowo dipecat melalui surat rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira.
Dia juga mengingatkan pemberhentian Prabowo dari ABRI bukan karena tindakan melanggar hukum. Andre mengungkit peran Menko Polhukam Wiranto yang saat itu menjabat Panglima ABRI.
"Panglima ABRI hanya mempunyai modal untuk membuat DKP untuk perwira menengah. Lalu dalam DKP itu disebutkan minimal 3 orang harus berpangkat lebih tinggi dari terperiksa. Faktanya dalam DKP Pak Prabowo itu hanya satu yang lebih tinggi, yaitu KSAD Jenderal Subagyo," ujarnya.
"Ini menunjukkan DKP yang dibentuk Wiranto waktu itu adalah tindakan inkonstitusional yang melebihi wewenang sebagai Pangab demi ambisi pribadi untuk menyingkirkan Prabowo Subianto," imbuh Andre.
Dia meminta Johnny tak asal bicara jika tak tahu sejarah. Andre kemudian kembali menyinggung soal 'ajak berantem' Joko Widodo (Jokowi) kepada relawan yang jadi kontroversi.
"Jadi Saudara Johnny Plate jangan asal ngomong kalau tidak tahu sejarah. Itu juga jelas pernyataan Pak Jokowi di depan relawan, ada di rekaman. Ada dua itu. Coba saya tanya, di mana kalau kata-kata itu tidak menganjurkan kekerasan? Intinya, kita tidak usah bersilat lidah dan mencari pembenaran, sudah jelas Pak Jokowi salah," sebutnya.
Andre menilai Jokowi tidak bisa menempatkan diri. Dia berharap Jokowi mengakui kesalahan dan meminta maaf.
"Tinggal mengakui dan minta maaf. Karena kami menilai Pak Jokowi gagal dalam memisahkan posisinya sebagai presiden dan sebagai capres. Ini membahayakan demokrasi dan Pemilu 2019 kalau sikap Pak Jokowi seperti ini. Apakah ini revolusi mental yang dicita-citakan Pak Jokowi? Ini membahayakan," tutur dia.
Sebelumnya, Johnny menanggapi pernyataan Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat (PD) Ferdinand Hutahaean yang menyayangkan pernyataan 'berani jika diajak berantem' dari Jokowi kepada relawannya. PD meminta Jokowi tidak berlaku seperti provokator.
Dia menilai pernyataan Jokowi tidak patut. PD menyarankan DPR memanggil Jokowi soal arahannya itu. "Sungguh ini tak layak, tak patut, dan tidak etis. Saya pikir DPR harus memanggil presiden dan menegurnya karena ini bibit perang saudara," cetus Ferdinand.
Jhonny menilai PD gagal paham atas pesan Presiden Jokowi kepada relawannya. Menurut dia, Jokowi justru berpesan agar Pemilu 2019 dipenuhi kegembiraan.
Jhonny kemudian menyebut tudingan kekerasan yang dilontarkan Demokrat mengingatkan dirinya pada peristiwa Reformasi '98. Dia menyinggung rekomendasi Dewan Kehormatan Militer saat itu.
"Ini membangun memori masyarakat bahwa tanda-tanda kekerasan dulu itu ada. Dulu kan kita tahu peristiwa kekerasan '98, rekomendasi Dewan Kehormatan Militer," ucap Jhonny.
No comments